Latest Entries »

Selasa, 30 Maret 2010

Hikmah pada Kisah Penjual Tempe

Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibu penjual tempe. Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup. Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. “Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. ..” demikian dia selalu memaknai hidupnya.

Suatu pagi, setelah salat shubuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe, dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atasmeja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh.Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang kedelai, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian.

Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membeli kacang kedelai, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. “Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini.

Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe. Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku…” Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya.

Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe. Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan… dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacang kedelainya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Diayakin, Allah pasti sedang “memproses” doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi.

Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah seperti dia. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang,dia berdoa lagi. “Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah.Bantulah aku, kabulkan doaku…”

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe. Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan… belum jadi. Kacang kedelai itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang kedelai tersebut. “Keajaiban Tuhan akan datang… pasti,” yakinnya.

Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, “tangan” Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa… berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.

Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu. “Pasti sekarang telah jadi tempe!” batinnya. Dengan
berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan… diaterlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi.

Kecewa, airmata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi? Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk.

Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar… merasa sendirian. Tuhan telah meninggalkan aku, batinnya.

Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan… esok dia pun tak akan dapat makan. Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan “teman-temannya” sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit,

karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat…

Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya. “Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya?”

Penjual tempe itu heran. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. “Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan
jadikan tempe…” Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. “jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe…”

“Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?” tanya perempuan itu lagi.

Kepanikan melandanya lagi. “Duh Gusti… bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?” ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi! “Alhamdulillah!” pekiknya, tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli.

Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. “Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?”

“Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Shalauddin, yang kuliah S2 di Australia ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi.

Jadi, saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu?”

Dalam kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa, dan “memaksakan” Allah
memberikan apa yang menurut kita paling cocok untuk kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan, merasa kecewa. Padahal, Allah paling tahu apa yang paling cocok untuk kita. Jangan Pernah Suudzon terhadap ALLAH dan yakinlah rencana-Nya adalah SEMPURNA

(dari berbagai sumber)

”Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia mengadakan baginya jalan keluar. Dan Dia memberi rezeki dari jalan yang tidak diduga-dua.” (QS At-Thalaq:2- 3)

“Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan memberikan kelapangan pada setiap kegelisahan, jalan keluar dari segala kesempitan, dan memberi rezeki yang tidak diduga-duga” (HR: Muslim).

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula, maka nikmat Tuhan manalagi yang hendak kamu dustakan” (QS 55:60-61)

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya” (QS. Al-Tholaq: 7)

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui “(QS Al Baqarah [2]: 261).

Ibu-ku Bermata Satu

Kisah Nyata; Ibu-ku Bermata Satu
Surat dari seorang sahabat di Bumi
Allah…(teks asli surat berbahasa Arab)

Aku tinggal di sebuah kota kecil bersama Ibuku, seorang Ibu yang hanya memiliki satu bola mata, sedang yang satunya aku tidak tahu kenapa dan aku memang tidak mau tahu karena aku begitu benci dengan pemandangan seperti itu, sungguh tidak layak dipandang dan membuatku malu…, pikirku.

Untuk memenuhi kebutuhan harian kami, Dia (Ibu-ku) bekerja sebagai juru masak di sekolah tempat aku belajar.

Suatu hari (di sekolah), ia datang menghampiriku untuk menghabiskan jam istirahatnya bersamaku. Akupun mengatakan padanya; Ibu.., mengapa Ibu kemari..? aku malu dengan teman-temanku bu.., aku tidak ingin mereka tahu kalau aku mempunyai Ibu bermata satu.

Dia (Ibu) hanya diam dan pura-pura tidak mendengar perkataanku, akupun memelototinya dengan penuh rasa kebencian.

Keesokan harinya, beberapa teman dekat-ku mengejekku dengan mengatakan; “anak si Ibu mata satu”…mereka terus mengatakan hal yg sama hingga aku merasa malu dan ingin rasanya bersembunyi di tempat yg tidak diketahui siapapun…, sempat juga terfikir oleh-ku untuk menghindar jauh dari ibuku. Kenapa tidak…? Pikirku.

Sejak saat itu akupun belajar dengan keras dan sungguh-sungguh untuk
mendapatkan peluang beasiswa ke Singapura, dan akhirnya akupun mendapatkannya.

akhirnya aku bisa menghilang dari hadapan ibuku yg selalu membuatku malu.

Aku pergi…, belajar.., menikah…, punya anak…dan akupun membeli rumah di Singapura. Aku menikmati masa-masa bahagia dari hidupku…,

Hingga pada suatu hari Ibuku datang mengunjungiku, saat itu aku sedang tidak ada di rumah.

Ia (ibuku) pun bermain-main dan bersenda gurau dengan anak-anakku, hingga ketika aku pulang kerja akupun kaget melihatnya, dengan setengah berteriak aku mengatakan: Heyyy…berani benar Ibu datang kemari dan bermain dengan anak-anakku. .? keluar sekarang juga, teriakku.

Ibuku menjawab; oh maaf…, sepertinya Ibu salah masuk rumah. Ia-pun keluar dan menghilang dari pandanganku. Huff..dasar, ngapain juga dia kemari, celotehku.

Beberapa bulan kemudian, aku melakukan perjalanan dinas di daerah kelahiranku (tempat-ku sekolah dulu). Iseng-iseng (sekedar hanya ingin tahu), akupun berniat melihat rumah kami dulu (tepatnya rumah Ibuku, Ibu yang selalu membuatku malu)…,

Setibanya di depan rumahku, belum sempat aku masuk ke dalam rumah, seorang tetangga yang aku kenal dulu sebagai petani tua memanggilku. ., iapun mengatakan; ibumu sudah meninggal sebulan yang lalu nak, dia menitipkan surat ini untuk diserahkan padamu.

Aneh…, sedikitpun aku tidak merasakan sedih ataupun kehilangan.

Akupun berlalu dari pak tua itu. Sambil duduk di kursi tua di bawah pohon cemara di depan rumah kami, perlahan namun pasti kubuka surat tersebut..:

“Anakku sayang, sepanjang hari Ibu selalu memikirkanmu…, Ibu rindu denganmu nak, Ibu kangen denganmu anakku. Semenjak Ayahmu berpulang keharibaan-Nya, hanya engkaulah mutiara ibu nak.

Duhai mutiara hatiku…, maafkan Ibu nak, waktu itu Ibu berkunjung ke rumahmu di Singapura tanpa memberi kabar terlebih dahulu, Ibu tidak bermaksud membuatmu malu anakku, Ibu juga tidak berniat untuk menakut nakuti anakmu dengan kondisi Ibu yang hanya memiliki satu mata…, Ibu hanya kangen dan ingin melepas rindu padamu dan cucu-cucu Ibu.

Ibu mohon maaf karena sering membuatmu malu, Ibu mohon maaf karena telah membuat hidupmu tidak nyaman anakku.

Ketahuilah duhai anakku sayang…, dulu ketika engkau masih kecil.., engkau mengalami kecelakaan sehingga harus kehilangan satu bola matamu.

Sebagai seorang Ibu, aku tidak tega, aku tidak sanggup membiarkan engkau hidup dalam kesedihan dan tumbuh besar hanya dengan satu bola mata. Ibu tidak ingin engkau dihina oleh teman-temanmu hanya karena satu matamu telah tiada.

Oleh karena itu, akupun memberikan satu bola mataku untukmu anakku sayang.

Ibu sangat bahagia dan sangat bangga karena anak Ibu satu-satunya dapat melihat dunia dengan mata kepalaku sendiri…

Salam Cinta…

Ibumu…

Tanpa terasa, air mataku pun menetes…, tidak tahu harus bilang apa, tidak tahu harus berbuat apa…, hatiku berkecamuk, air mataku semakin deras mengalir…

Ibu…

Maafkan anakmu ini…

Aku juga sayang padamu bu…

Ya Rabb…, berilah kebahagiaan pada Ibuku…

Jumat, 19 Maret 2010

DO'A TAUBAT

Astaghfirullaahal’azhiimi.
Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa wain lam taghfir lanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriina. Rabbana aghfirlanaa dzunuubanaa wa kaffir’annaa sayyiaatinaa wa tawaffanaa ma,al abraari. Laa ilaaha illa anta subhaanaka inni kuntu minadhdhaalimiina.
Allahummaghfirlii dzanbii kullahu diqqahu wa jillahu wa awwalahu wa aakhirahu wa’alaa niyatahu wa sirrahu.
Allahumma inni zhallamtu nafsii zhulman katsiiran kabiiran.Walaa yaghfirudz dzunuuba illa anta, faghfirlii maghfiratan min ‘indika warhamnii innaka antal ghafuurur rahiimu.

Artinya:
“Aku memohon ampun atas segala dosaku kepada Allah Yang Maha Agung. Ya Tuhan Kami, kami terlanjur berbuat aniaya terhadap diri kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihi kami, pastillah kami ini tergolong orang yang rugi. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, serta wafatkanlah kami bersama orang-orang yang baik. Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang yang zhalim. Ya Allah, ampunilah dosaku semuannya, baik yang halus maupun yang kasar, yang terdahulu dan yang kemudian, yang nyata dan yang tersembunyi. Ya Allah, aku telah menganiaya diriku sendiri dengan aniaya yang banyak lagi besar, padahal tak ada yang dapat mengampuni dosaku selain Engkau, karena itu ampunilah segala dosaku dengan ampunan dari hadirat-Mu dan kasihanilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.